.

GHIBAH Pengikis Amal (buletin al-Istiqomah volume 3/ th 5/1431 H)

Posted by ATSARIYAH SUMBAR | | Category: |




Segala puji bagi Allah. Hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunan. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri dan keburukan perbuatan kita sendiri. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya. Amma ba'du.

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya lisan merupakan salah satu nikmat Allah Ta'ala yang sangat besar dan salah satu ciptaan Allah Ta'ala yang menakjubkan. Bentuknya kecil, namun perannya besar dalam ketaatan dan kemaksiatan. Siapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak dikendalikan maka syetan menggiringnya dalam kebinasaan, namun siapa yang mengendalikan dengan kekangan syariat, maka lisannya akan memberi manfaat di dunia dan di akhirat.

Namun, pada saat ini kita melihat bagaimana kerusakan yang diakibatkan dari lisan yang tidak dikendalikan. Baik itu berupa hasutan (provokator), kebohongan, adu domba, sumpah palsu, hinaan, hujatan, olok-olokan, ghibah (gunjingan), dan masih banyak yang lainnya. Dan pada kesempatan ini, InsyaAllah kita akan memfokuskan pembahasan pada masalah ghibah, dimana di tengah masyarakat kita seolah-olah ghibah itu adalah suatu yang lumrah. Baik itu di rumah, kampus, tempat pengajian, ataupun tempat lainnya. Padahal ghibah merupakan sesuatu yang tercela bahkan termasuk dosa besar, yang diharamkan oleh Allah Ta'ala.
Defenisi Ghibah
Dari Abu Hurairah d bahwasanya Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai saudaramu”. Nabi ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya?” Nabi menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya
(menfitnahnya).” (HR. Muslim no. 2589)
Haramnya Ghibah
Allah Ta'ala berfirmanyang artinya :
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat tersebut merupakan teguran yang kuat, oleh karena Allah Ta'ala menyerupakan dengan memakan bangkai manusia. Maka hendaklah kalian membencinya karena agama, karena sanksinya sama dengan memakan bangkai.
Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang yang beriman dengan lidahnya, sedangkan iman belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya dan membuka kejelekannya sekalipun dia bersembunyi di dalam rumahnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ahmad, Baihaqi. Derajatnya shahih)
Ancaman Terhadap Pelaku Ghibah
Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
“Ketika aku dinaikkan ke langit dalam peristiwa Isra' Mi'raj, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, yang dengannya mereka mencakar wajah dan dada mereka. Akupun bertanya kepada Jibril: 'Wahai Jibril, siapakah mereka?' Dia menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menggunjing) dan mengusik kehormatan mereka (mencemarkan nama baiknya).” (HR. Ahmad 3/224, Abu Dawud no. 4878 & 4879, dengan derajat shahih)
Beberapa Bentuk Ghibah
a. Dengan lisan: Ghibah yang seperti ini yang sering terjadi di tengah-tengah kita. Seperti menyebutkan kekurangan pada badannya bahwa si Fulan pincang, si Fulan tuli, dan yang semisalnya. Ghibah pada agamanya seperti si Fulan tidak mengeluarkan zakat, si Fulan shalat tapi …, dan yang semisalnya. Ghibah yang menyangkut keduniaan seperti
Tukang Makan, Tukang Tidur, si Jorok, dan masih banyak contoh yang lain.
b. Dengan gerakan tubuh, yakni dengan meniru-niru orang lain seperti pura-pura pincang, berbicara pura-pura sumbing, atau yang semisalnya.
Hadits Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam yang berbunyi:
“Aisyah berkata: 'Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang pada nabi. Maka nabipun berkata : 'Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian dan sekian (maksudnya mendapatkan keduniaan yang banyak).” (HR. Abu Dawud no. 4875, At-Tirmidzi 2502 derajatnya shahi)
Syaikh Husain Al-'Awayisyah menasehatkan bahwa hendaklah mereka yang melakukan ini semua takut kepada Allah Ta'ala yang menirukan gaya berjalan, cara makan dan cara berbicara sebagai lelucon, ejekan atau olok-olokan. Terlebih apa yang sedang berkembang dewasa ini dengan apa yang dinamakan film-film komedian, drama, dengan memainkan peran untuk meniru gerakan orang. Sangat disayangkan sekali, film-film tersebut sangat marak dan berkembang pesat di acara-acara televisi, ataupun video. Semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang lurus.
Hukum Mendengarkan Ghibah
Imam Nawawi Rahimahullah berkata dalam kitab Al-Adzkar : “Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang mengghibahinya, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkan dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai mengghibahi (saudaranya yang lain), untuk melarang orang itu. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya mengingkari dengan hatinya, dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
Taubat dari Ghibah
Syaikh Husain Al 'Awayisyah menyatakn bahwa syarat-syarat taubat dari ghibah ada empat :
1. Hendaknya orang yang menggunjing itu mengklarifikasi
omongannya (mencabut gunjingannya).
2. Hendaknya ia menyesali perbuatannya.
3. Hendaknya ia bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu selamanya.
4. Hendaknya ia meminta maaf kepada orang yang digunjingi dan meminta supaya orang itu memintakan ampunan baginya.
Kemudian beliau juga menambahkan, apabila dikhawatirkan timbul kerusakan disebabkan melaksanakan persyaratan yang keempat maka hendaknya dia menjauhi orang itu dan mendoakannya saja.
Ghibah yang Dibolehkan
Setelah kita membicarakan tentang masalah ghibah di atas, maka kami ingin menjelaskan ghibah yang diperbolehkan agama, yang berdasarkan kepada dalil-dalil syar'i. Akan tetapi hendaklah seseorang waspada dari tipu daya syetan yang akan membukakan pintu-pintu dosa baginya, ketika dia melakukannya.
Sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Mengetahui orang yang tidak jujur dan apa-apa yang tersembunyi di dalam hati manusia. Dan ghibah yang diperbolehkan ini adalah sebagai berikut :
1. Pengaduan (keluhan) kepada penguasa atau hakim. Dalilnya adalah Hadits Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam : “Dari A''isyah, dia berkata: “Hindun, istri Abu Sofyan pernah mengadu kepada Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam, dia berkata: “Sesungguhnya Abu Sofyan adalah orang yang pelit, dia tidak memberikan nafkah yang cukup buatku dan anak-anakku sehingga aku mengambil darinya tanpa sepengetahuannya.' Maka Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda : 'Ambillah apa yang cukup bagimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik.'” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Meminta fatwa. Sebagaimana kasus di atas.
3. Meminta bantuan untuk merubah kemungkaran, menghilangkan cobaan (penderitaan) seseorang. Dalilnya berdasarkan hadits Fathimah binti Qais, dia berkata : ”Aku datang kepada Nabi kemudian aku berkata kepada Beliau:
'Sesungguhnya Abu Jahm dan Muawiyah hendak menikahiku.' Maka Rasulullah bersabda: 'Muawiyah adalah orang miskin. Adapun Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah menaruh tongkat dari pundaknya (orang yang kejam atau kasar).'” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan juga dalilnya berdasarkan hadits pada poin pertama.
4. Mengingkari kaum muslimin dan menasehati mereka dari orang yang suka berbuat jahat (jelek) dan orang yang merugikan mereka, seperti menyebutkan kejelekan perawi hadits. Hal itu dilakukan dalam rangka membela hadits (sunnah) Rasulullah. Demikian pula bermusyawarah dalam urusan pernikahan, ikut berembuk dan yang semisalnya. Dalilnya adalah hadits pada point ketiga.
5. Menyebut orang yang melakukan ke-fasikan (kemaksiatan) secara terang-terangan atau pelaku bid'ah dengan kebid'ahannya dan tidak menyebutkan yang lainnya.
Dalilnya adalah hadits riwayat A'isyah, bahwasanya ada seorang laki-laki meminta izin kepada Rasulullah untuk memasuki rumahnya. Maka Rasulullah bersabda: “Izinkanlah dia untuk masuk, sesungguhnya dia sejelek-jeleknya kerabat … “ (HR. Bukhari-Muslim)
6. Mengenali orang yang biasa dipanggil dengan julukan tertentu. Seperti si Pincang, si Gagu dan julukan-julukan lainnya. Dia tidak boleh memanggilnya (menyebut namanya) dengan maksud menghinakan atau merendahkannya. Dan jika memungkinkan mengenalinya dengan selain itu maka hal itu lebih baik. Dalilnya adalah hadits Rasulullah yang artinya: “Seorang laki-laki dari Yaman akan mendatangi kalian, yang dipanggil dengan nama Uwais (nama ejekan), dia tidak mempunyai sanak famili kecuali ibunya. Dia menderita penyakit kusta kemudian Allah menghilangkannya kecuali seukuran tempat dinar dan dirham (kantong baju). Barang siapa yang menemuinya, maka dia akan memintakan ampunan untuk kalian.” (HR. Muslim)
Imam Syaukani berkata : “Jika engkau mengatakan (bertanya) bagaimana kalau orang yang punya julukan itu pada dasarnya tidak dikenal melainkan dengan julukan tersebut? Jika hal itu
sampai demikian maka itu bukan julukan lagi tetapi sudah menjadi sebuah nama dimana dia dikenal dengan julukan tersebut”. (Kitab Raf'u Ar-Raibah).
(Dinukil secara bebas dari kitab Ghibah dan Pengaruhnya dalam Kehidupan hal 71-82. Penulis Syaikh Husan Al-Awayisyah).
Perkataan-perkataan yang Baik Tentang Celaan Terhadap Ghibah
- Telah dikatakan kepada seseorang: “Si Fulan telah menggunjingimu,” maka diapun mengirim kurma basah kepada orang yang telah menggunjingkannya itu kemudian dia mengatakan : “Engkau telah menghadiahkan kebaikan-kebaikanmu kepadaku. Maka dari itu aku ingin menghadiahkan kurma ini kepadamu, kemudian minta maaflah kepadaku karena aku tidak bisa memberikan hadiah yang bisa mencukupi secara penuh seperti yang engkau berikan kepadaku.”
- Seseorang telah menyebut-nyebut kejelekan orang lain di depan teman-temannya, maka temannya itu bertanya kepadanya : “Apakah kamu akan memerangi Roma?” Dia menjawab: “Tidak” Kemudian dia berkata : “Apakah kamu akan memerangi Turki? (sebelum memeluk Islam)” Dia menjawab : ”Tidak” Temannya berkata : “Roma dan Turki selamat darimu, sedangkan saudaramu tidak selamat dari perkataanmu.”

Abu Salman al-Atsary
Maraji':
-As-Sunnah edisi 07/V/1422H-2001M. Ghibah. Oleh Ibnu Abidin Soronji hal 29-38
-GHIBAH. Oleh Ibnu Taimiyah, Imam Suyuthi, dan Imam Syaukani. Penerbit Al-Kautsar.
-GHIBAH & PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN (AL GHIBAH WA ATSARUHA FI AL MUJTAMA AL ISLAMI). Oleh Syaikh Husain al 'Awayisyah. Pustaka At-Tauhid.
-NGEGOSIP, GUNJINGAN MENUJU BENCANA (AL-GHIBAH). Oleh Malik Al-Qasim. Pustaka Al-Sofwa


Currently have 0 komentar:


Leave a Reply